#Part1
Hei…
Selamat
Pagi, Readers… (Soalnya saya nulisnya waktu pagi :D)
Di bagian
sisi blog ini saya ingin berbagi sedikit beberapa hal tentang pengalaman saya
saat hamil dan melahirkan. Ini sesuai rencana saya yang pernah saya share di
update status Whatsap,karena responnya cukup mendukung, so rencana ini saya
realisasikan.Meskipun cukup terlambat,
but better late than never ya kan (?).
Di sisi blog
ini, temanya akan saya random. Sesuai dengan pembahasan yang paling ditunggu
ya.
Nah, di tema
pertama ini, saya ingin lebih dulu memberi catatan; bahwa jika nanti di tema
ini atau pun di tema selanjutnya harus saya tuliskan kata atau kalimat yang
sedikit (senonoh) sekiranya bisa dimaklumi karena pada sisi blog ini
saya khususkan untuk share tentang pengalaman kehamilan dan melahirkan pertama
saya.
…
Readers…
Kehamilan
tentu selalu menjadi hal menakjubkan bagi sebuah keluarga. Bukan hanya bagi
sepasang suami – isteri saja tentunya. Namun (sepertinya) pada kehamilan
ke berapapun bunda tentu bisa saja panik, bahkan pada hal – hal kecil. Nah,
begitu juga pada kehamilan pertama saya. Ever panic dan parno ini bahkan belum
berhenti setelah melahirkan. Eh eh… Ternyata pasca melahirkan banyak hal yang
bisa dengan mudah bikin kita tetiba sedih, tetiba ketakutan, tetiba panic dan
tetiba – tetiba lainnya. :D
Oups. STOP…!
Kita fokus ke tema yang akan dibahas pada lembar pertama.
Baik,
Readers…
Jadi, di
halaman pertama ini saya ingin bercerita tentang kepanikan saya sebagai
penderita mata minus dan silinder.
Mata minus
tidak boleh melahirkn normal, bener nggak sih?
Huhuhu…
Sumpeh… Ini bukan hal yang saya takutkan saat hamil. Bahkan saya sudah mulai mengkhawatirkan hal ini jauh – jauh sebelum saya menikah. Namun ternyata, sepertinya saya nggak sendiri. Pada status Whatsapp saya beberapa waktu lalu, banyak juga ternyata teman – teman saya masih single merespon serentak dan memepet saya untuk segera update tulisan ini. Ternyata mereka juga takut. So, disini saya akan share apa kata dokter sp.kandungan dan sp.mata yang saya temui lalu.
Jadi readers, hal yang bener – bener memotivasi saya untuk segera update tulisan ini ternyata bukan seruan natijen. Melain justru dari (keresahan) saya sendiri setelah kemarin banget, hari Ahad (Minggu), tanggal 9 Agustus 2020 (hahahaha detil amat), saya pergi ke sebuah optik di daerah purbalingga. Ngapain gt ke optik?
...
Saat hami,
saya melakukan USG sebanyak 4x. 1x di RSIA Purbalingga dan 3 di RSIA daerah Purwokerto.
Nah, dari dokert RSIA Purwokerto inilah yang menjadi pelantara saya bertemu
dengan dokter spesialis mata di KLINIK UTAMA MATA JEC ANWARI @PURWOKERTO atau
yang lebih masyhur didengar sebagai Katarak Center. Saya lupa disana saya
bertemu dengan dokter siapa, tapi nanti akan saya tunjukan foto slip
pembayarannya sebagai bukti bahwa saya benar – benar bertemu dengan dokter
sp.mata dan apa yang tulis ini adalah dari sang ahli. :D
...
Saya datang
ke Klinik Mata tersebut atas saran dokter sp.kandungan saya pada saat saya
konsultasi setelah USG yang ke-2 saat usia kehamilan baru sekitar 4bulan.
Awalnya saya menanyakan keresahan saya,” bener nggak sih dok kalo mata minus
itu nggak boleh lahiran normal?”
“Nah itu
tergantung, bu. Minusnya berapa?” Jawa si dokter dengan semanga dan
antusiasnya. Itu dokter mah emang doyan banget ngrespon pasien, jadi asyik gt
ngobrolnya. Baik banget pula. USG gratis mulu. (hahahaa)
- "Lah
maksimal minus berapa, dok”
“Paling
nggak minus 5 itu udah batas ambang, bu.” Kata padokter sambil selanjutnya
belio cerita tentang pengalamannya yang intinya, saat dulu beliau praktek di
RSUP Kariadi Semarang, belio pernah mendapati kecalakaan langka pada
melahirkan. Tiba – tiba, sesaat setelah pasien blio melahirkan, si pasien
bilang; dok pandangan saya kok remang, kok saya nggak bisa lihat apa – apa.
Dokter awalnya masih bisa merespon santai dan segera cek apakah ada robekan
(pendarahan) atau tidak. Dan ternyata aman. Tidak ada pendarahan suatu apapun.
Namun yang terjadi, retina pasien lepas dan menyebabkan sang pasien buta
permanen.
Kemudian,
sang dokter sp.kandungan tersebut memberi saya dan suami saya sebwah wejangan:
“Begitulah,
bu. Itu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan. Pasien tersebut sah – sah saja
menyalahkan saya, dan saya pun memaklumi saat dia kecewa, sedih. Ya gimana
nggak kan bu? Baru aja melahirkan, sakitnya masih terasa, seneng tak terhingga
anak udah keluar. Tapi bahkan ngeliat anaknya pun nggak bisa. Lalu saya menyela
sebentar, “Itu anak pertama, dok?” Bukan, seingat saya itu anak ke-3.
Saya dan suami menyimak dengan antusias. Terlihat jelas diambang
penglihatannya, matanya berkaca – kaca seolah saat bercerita, belio kembali
menghadapi masa itu terulang.
“Nah, bu,
pak… begitu… dengan kebahagiaan semua orang tentu bisa menerima, siap
menangkap. Seberapapun besarnya kebahagiaan itu, kita sanggup.Namun, kegagalan,
kesedihan, kekecewaan, siapa yang benar – benar siap. Bahkan sekalipun sudah
paham suatu resiko dan sudah mempersiapkan diri, jika ternyata resiko buruk itu
terjadi ; nyatanya tetap saja sedih, tetap saja kecewa.” Saya dan suami hanya manggut – manggut.
Dokter ini memang suka beri wejangan ke pasien. Wajar aja, kadang suka lama
antrinya. Kwkwk
And the end,
dokter said to us; “Nah… daripada ibunya khwatir, was –was lebih baik ibu
segera koncultasi sama dokter spesialis mata. Nanti, kalo pas periksa dokter
matanya bilang retina ibu baik – baik saja, sehat. Ibu jangan mau Cuma lisan.
Tapi minta pernyataan tertulisnya juga. Untuk apa? Ini untuk bukti ibu. Jadi
kalo missal ibu mau melahirkan disini, dengan dokternya saya, maka surat dari
dokter mata itu bisa diserahkan ke saya. Ibu ingin melahirkan normal, mata ibu
minus, tapi ibu sudah punya surat yang menyatakan ibu boleh melahirkan normal
dari dokter mata. Jadi kalo sampai ada kecelakaan melahirkan trjadi, surat ini
menjadi bkti, ibu. Bahwa saya menolong ibu melhirkan sesuai prosedur. Jika
kecelakaan terjadi, saya tidak bisa dintuntut. Tapi, saya memaafkan kalo saja
saya dimarahin, sangat wajar.” Saya dan suami diam terpaku. Dalam hati saya
semakin ketakutan.
.
Sebenarnya, kenapa saya sampek Tanya begitu, karena 2 hal paling berpe
1. Seorang teman kuliah saya yang juga minus, pernah bilang ke saya. Yang intinya, dia kelak gak mau lahiran normal, undah dipesenin sama mamanya buat oprasi Caesar saja.
2. Saat hamil, saya bertemu dengan teman perempuan saya yang belum lama baru melahirkan anak pertamanya dengan Caesar karena alasan mata minus, sama dokter kandungannya disarankan untuk konsultasi sama dokter sp.mata, tapi dia gak sempet mulu mau ke dokter sp.mata. So, karena udah takut dan tidak bisa memenuhi saran dokter sp.kandungannya, teman saya memilih Caesar saja.
Lalu… Apa
yang saya peroleh dari dokter sp.mata, Readers….?
Baca di #PART II yaaa... :)
0 komentar:
Post a Comment