Hisab Tahun Jawa Aboge
Mata Minus Tidak Boleh Melahirkan Normal? Mitos atau Fakta?(!) #Part2
Ok…
Lanjut
cerita ya, readers.
Namanya juga
cerita, ya panjang dongs. :D
...
Sesampainya
di klinik Mata, karena waktu itu sudah musim pandemic, jadi di depan pintu
masuk saya dan suami di cek suhu. Ternyata suami gboleh masuk karena suhunya
sampek 37 koma sekian. Akhirnya saya menjalani prosesnya sendiri. Setelah
daftar dan blab la bla… saya mulai pemeriksaan awal. Di awal pemeriksaan
itu mirip mirip kalo kita periksa mata mo beli kacamata gt. Suruh liat huruf –
huruf gitu lah, paham kan ya? Setelah itu saya dikasih tetes mata sama mbak –
mbaknya. Katanya: “Ini agak perih, ditahan ya?” Eeeeh ternyata iya, perih. Gak
Cuma perih ding, pait juga di tenggorokan. Bahkan malah matanya jadi burem dan
nggliyeng. Disitu saya merasa takut. Katanya suruh ditunggu 40menit, biar
pupilnya melebar dan pas di lihat matanya bisa keliatan kondisi retinanya.
Setelah ditetes saya duudk lagi di tempat antri, saking vurem dan parno, pas
ada petugas lewat, saya panggil – panggil “Mbaa, ini kok mata saya burum
banget?”
“Nggak papa mba, emang gitu efeknya, sampe 4 – 5 jam. Jadi nanti pas mabknya pulang mungkin masih burem, jangankhwatir.”
“hah? 5
jam..” baiklah…
Setelah nunggu agak lama, akhirnya saya dipanggil bertemu dokter sp.mata yang masih muda dan enerjik menerangkan. Sya diperiksa olehnya. Saya duduk, dan dari kejauhan sekitar 1,5m dokter menghadap saya sambil menyorotkan senter yang sangat terang untuk melihat kondisi retina apakah baik – baik saja (tidak ada robekan).
Setelah itu,
dokter tersebut baru membuka obrolan.
“Ibu, yang nyuruh Ibu ke sini dan periksa mata siapa?”
-" Disaranin sama dokter kandungan saya, dok…” jawab saya dengan ekspresi heran.
“Dokter
siapa itu ?”
- -
“Dokter XY di
RSIA blabla, dok…”
“Sebenernya
Ibu nggak perlu ke sini. Ngapain ke sini. Buang – buang uang aja. Mending
uangnya buat beli vitamin aja. Kalo mau lahiran normal yaudah, lahiran aja.
Gausah pusing mikirin mata. Lahiran lewat mana coba? Mata dimana? Nggak ada
hubungannya itu lahiran sama lepas retina.”
Disitu saya
merasa agak gimana, tapi tetap menyimak dengan baik.
“Retina kalo
mau lepas mah lepas aja. Nggak usah nunggu lahiran. Angkat tas aja kalo emang
retina lepas, yaudah lepas aja. Bangun tidur, bangun – bangun retina lepas,
bisa aja. Nggak nunggu lahiran. Ibu kata siapa kalo minus nggak boleh lahiran
normal?”
-
- “Ya dari cerita – cerita,
juga dari baca. Lagian dokter kandungannya juga nyaranin saya cek retina.”
“Nah itu dia
kesalahan dokter kandungan di Indonesia. Ibaratnya gini Bu. Ada 1.000 orang
yang mengendarai motor. Dari 1.000 pengendara motor itu ada 1 yang mengalami
kecelakaan. Nah, apakah kemudian dari situ bisa dikatakan, jangan naik motor,
nanti kecelakaan. Menurut data, secara grafik, ini nggak bisa disampaikan
begitu. Adi memang ada, kasus Ibu melahirkan kemudian pasca melahirkan retina
lepas dan menyebabkan buta permanen, tapi itu kasus 1 banding 1.000.” Saya
hanya manggut – manggut.
“Tolong ya,
bu… Ini disampaikan ke temen – temen. Biar isu ini nggak jadi hal yang bikin
resah para ibu yang ingin melahirkan normal. Jadi ibu lebih baik jaga kesehatan
nggak usah mikirin mata minus.” Tegas dokter yang duduk dihadapan saya.
- - “ya, dok… nanti saya
sampaikan ke temen – temen. Saya tulis di blog.” Ucap saya sambil sedikit
bercanda.
“Nah… Iya….
Iya. Pening itu.” Eh pakdokter responnya serius. :D
.
Readers…
Saya
melahirkan pada awal April lalu (2020), sekarang saya sudah memasuki bulan ke 5
pasca melahirkan. Namun, disini aa sedikit yang saya keluhkan. Akhir – akhir ini
saya sering merasa pusing, mata saya juga mudah lelah. Seperti gejala kalo
kacamata saya sudah nggak cocok lagi. Tapi, terakhir periksa dang anti kacamata,
keluhan yang saya rasakan memang mengarah bahwa kacamata udah nggak cocok,
anehnya; bukan karena minus tamba alih alih malah karena minus dan silinder
mata kiri saya berkurang.
Harapan
saya, keluhan yang kemarin saya rasakan sama. Bukan karena minus tambah tapi
berkurang. Saya begitu khusnudzon karena sekarang sering makan sayur bening
katuk yang banyak wortelnya.
Tapi ternyata,
hasil periksa kemarin, minus dan silindire saya bertambah. Baik yang kiri
maupun yang kanan.
Sebelah kanan, minus bertambah 1,75 sedangkan silinder bertambah 0,75 dan mata kiri bertambah 1 minusnya. Kata mbak- mbaknya, ini adalah hal lumrah bagi ibu yang baru saja melahirkan. Meski lumrah, tidak semua ibu mengalami gejala yang sama pasca melahirkan ya, readers.
Nah… ada
info tambahan dari dokter sp.mata saya nih.
Waktu pertama
kali saya diperiksa di klinik mata yang saya sebutkan, saat saya dicoba untuk
melihat papan yang berisi huruf – huruf, petugas yang memandu saya bilang, ini
minusnya udah nggak cocok ya bu sama kacamatanya.
-
“Lho, nambah berapa, mas?” Tanya
saya heran.
“Maaf, bu.
Kami nggak bisa menginfokan.”
- Saya Cuma diam, saya piker ini karena saya di awal hanya mendaftar untuk cek retina saja. Tapi ternyata, dijelaskan oleh dokter sp.mata tersebut, bahwa untuk cek mata kita benar – benar harus dalam kondisi yang netral. Sementara saat hamil, hormone dalam tubuh kita sedang (tidak normal) maka jika cek mata hasilnya percuma, tidak valid. Bisa saja saat hamil minus berkurang atau nambah, tapi nanti setelah melahirkan bisa jadi kembali normal. Bahkan bukan hanya saat hamil saja tapi juga saat datang bulan, atau bahkan saat kondisi lapar. Jadi jika kita ingin cek mata jangan saat datang bulan, jangan saat lapar, juga jangan saat hamil. Pasca melahirkan pun paling tidak minimal setelah 2 bulan melahirkan..
…
Nah...
Begitu
readers yang saya dapat dari dokter sp.kandungan dan dokter sp.mata.
Kalo nanti
ada yang setelah melahirkan seperti saya, minus nambah, keep calm aja. Nggak apa.
Tidak ada badai yang tidak berlalu. Semua pasti akan sudah pada waktuny bukan?
Sekiranya
ini bisa untuk referensi sajaya readers…. J
Semoga
Bermanfaat. J
Mata Minus Tidak Boleh Melahirkan Normal? Mitos atau Fakta?(!) #Part1
#Part1
Hei…
Selamat
Pagi, Readers… (Soalnya saya nulisnya waktu pagi :D)
Di bagian
sisi blog ini saya ingin berbagi sedikit beberapa hal tentang pengalaman saya
saat hamil dan melahirkan. Ini sesuai rencana saya yang pernah saya share di
update status Whatsap,karena responnya cukup mendukung, so rencana ini saya
realisasikan.Meskipun cukup terlambat,
but better late than never ya kan (?).
Di sisi blog
ini, temanya akan saya random. Sesuai dengan pembahasan yang paling ditunggu
ya.
Nah, di tema
pertama ini, saya ingin lebih dulu memberi catatan; bahwa jika nanti di tema
ini atau pun di tema selanjutnya harus saya tuliskan kata atau kalimat yang
sedikit (senonoh) sekiranya bisa dimaklumi karena pada sisi blog ini
saya khususkan untuk share tentang pengalaman kehamilan dan melahirkan pertama
saya.
…
Readers…
Kehamilan
tentu selalu menjadi hal menakjubkan bagi sebuah keluarga. Bukan hanya bagi
sepasang suami – isteri saja tentunya. Namun (sepertinya) pada kehamilan
ke berapapun bunda tentu bisa saja panik, bahkan pada hal – hal kecil. Nah,
begitu juga pada kehamilan pertama saya. Ever panic dan parno ini bahkan belum
berhenti setelah melahirkan. Eh eh… Ternyata pasca melahirkan banyak hal yang
bisa dengan mudah bikin kita tetiba sedih, tetiba ketakutan, tetiba panic dan
tetiba – tetiba lainnya. :D
Oups. STOP…!
Kita fokus ke tema yang akan dibahas pada lembar pertama.
Baik,
Readers…
Jadi, di
halaman pertama ini saya ingin bercerita tentang kepanikan saya sebagai
penderita mata minus dan silinder.
Mata minus
tidak boleh melahirkn normal, bener nggak sih?
Huhuhu…
Sumpeh… Ini bukan hal yang saya takutkan saat hamil. Bahkan saya sudah mulai mengkhawatirkan hal ini jauh – jauh sebelum saya menikah. Namun ternyata, sepertinya saya nggak sendiri. Pada status Whatsapp saya beberapa waktu lalu, banyak juga ternyata teman – teman saya masih single merespon serentak dan memepet saya untuk segera update tulisan ini. Ternyata mereka juga takut. So, disini saya akan share apa kata dokter sp.kandungan dan sp.mata yang saya temui lalu.
Jadi readers, hal yang bener – bener memotivasi saya untuk segera update tulisan ini ternyata bukan seruan natijen. Melain justru dari (keresahan) saya sendiri setelah kemarin banget, hari Ahad (Minggu), tanggal 9 Agustus 2020 (hahahaha detil amat), saya pergi ke sebuah optik di daerah purbalingga. Ngapain gt ke optik?
...
Saat hami,
saya melakukan USG sebanyak 4x. 1x di RSIA Purbalingga dan 3 di RSIA daerah Purwokerto.
Nah, dari dokert RSIA Purwokerto inilah yang menjadi pelantara saya bertemu
dengan dokter spesialis mata di KLINIK UTAMA MATA JEC ANWARI @PURWOKERTO atau
yang lebih masyhur didengar sebagai Katarak Center. Saya lupa disana saya
bertemu dengan dokter siapa, tapi nanti akan saya tunjukan foto slip
pembayarannya sebagai bukti bahwa saya benar – benar bertemu dengan dokter
sp.mata dan apa yang tulis ini adalah dari sang ahli. :D
...
Saya datang
ke Klinik Mata tersebut atas saran dokter sp.kandungan saya pada saat saya
konsultasi setelah USG yang ke-2 saat usia kehamilan baru sekitar 4bulan.
Awalnya saya menanyakan keresahan saya,” bener nggak sih dok kalo mata minus
itu nggak boleh lahiran normal?”
“Nah itu
tergantung, bu. Minusnya berapa?” Jawa si dokter dengan semanga dan
antusiasnya. Itu dokter mah emang doyan banget ngrespon pasien, jadi asyik gt
ngobrolnya. Baik banget pula. USG gratis mulu. (hahahaa)
- "Lah
maksimal minus berapa, dok”
“Paling
nggak minus 5 itu udah batas ambang, bu.” Kata padokter sambil selanjutnya
belio cerita tentang pengalamannya yang intinya, saat dulu beliau praktek di
RSUP Kariadi Semarang, belio pernah mendapati kecalakaan langka pada
melahirkan. Tiba – tiba, sesaat setelah pasien blio melahirkan, si pasien
bilang; dok pandangan saya kok remang, kok saya nggak bisa lihat apa – apa.
Dokter awalnya masih bisa merespon santai dan segera cek apakah ada robekan
(pendarahan) atau tidak. Dan ternyata aman. Tidak ada pendarahan suatu apapun.
Namun yang terjadi, retina pasien lepas dan menyebabkan sang pasien buta
permanen.
Kemudian,
sang dokter sp.kandungan tersebut memberi saya dan suami saya sebwah wejangan:
“Begitulah,
bu. Itu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan. Pasien tersebut sah – sah saja
menyalahkan saya, dan saya pun memaklumi saat dia kecewa, sedih. Ya gimana
nggak kan bu? Baru aja melahirkan, sakitnya masih terasa, seneng tak terhingga
anak udah keluar. Tapi bahkan ngeliat anaknya pun nggak bisa. Lalu saya menyela
sebentar, “Itu anak pertama, dok?” Bukan, seingat saya itu anak ke-3.
Saya dan suami menyimak dengan antusias. Terlihat jelas diambang
penglihatannya, matanya berkaca – kaca seolah saat bercerita, belio kembali
menghadapi masa itu terulang.
“Nah, bu,
pak… begitu… dengan kebahagiaan semua orang tentu bisa menerima, siap
menangkap. Seberapapun besarnya kebahagiaan itu, kita sanggup.Namun, kegagalan,
kesedihan, kekecewaan, siapa yang benar – benar siap. Bahkan sekalipun sudah
paham suatu resiko dan sudah mempersiapkan diri, jika ternyata resiko buruk itu
terjadi ; nyatanya tetap saja sedih, tetap saja kecewa.” Saya dan suami hanya manggut – manggut.
Dokter ini memang suka beri wejangan ke pasien. Wajar aja, kadang suka lama
antrinya. Kwkwk
And the end,
dokter said to us; “Nah… daripada ibunya khwatir, was –was lebih baik ibu
segera koncultasi sama dokter spesialis mata. Nanti, kalo pas periksa dokter
matanya bilang retina ibu baik – baik saja, sehat. Ibu jangan mau Cuma lisan.
Tapi minta pernyataan tertulisnya juga. Untuk apa? Ini untuk bukti ibu. Jadi
kalo missal ibu mau melahirkan disini, dengan dokternya saya, maka surat dari
dokter mata itu bisa diserahkan ke saya. Ibu ingin melahirkan normal, mata ibu
minus, tapi ibu sudah punya surat yang menyatakan ibu boleh melahirkan normal
dari dokter mata. Jadi kalo sampai ada kecelakaan melahirkan trjadi, surat ini
menjadi bkti, ibu. Bahwa saya menolong ibu melhirkan sesuai prosedur. Jika
kecelakaan terjadi, saya tidak bisa dintuntut. Tapi, saya memaafkan kalo saja
saya dimarahin, sangat wajar.” Saya dan suami diam terpaku. Dalam hati saya
semakin ketakutan.
.
Sebenarnya, kenapa saya sampek Tanya begitu, karena 2 hal paling berpe
1. Seorang teman kuliah saya yang juga minus, pernah bilang ke saya. Yang intinya, dia kelak gak mau lahiran normal, undah dipesenin sama mamanya buat oprasi Caesar saja.
2. Saat hamil, saya bertemu dengan teman perempuan saya yang belum lama baru melahirkan anak pertamanya dengan Caesar karena alasan mata minus, sama dokter kandungannya disarankan untuk konsultasi sama dokter sp.mata, tapi dia gak sempet mulu mau ke dokter sp.mata. So, karena udah takut dan tidak bisa memenuhi saran dokter sp.kandungannya, teman saya memilih Caesar saja.
Lalu… Apa
yang saya peroleh dari dokter sp.mata, Readers….?
Baca di #PART II yaaa... :)
Others
-
Rumus mengetahui ketepatan jodoh Assalamu'alaikum... Saudara/i, sebelumnya sudah kami post-kan rumus lain untuk mengecek benark...
-
Taqwa sering kali didevinisikan sebagai “menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.” Jika boleh berpendapat bebas, mak...
-
Sebenarnya saya ingin mencatat materi ini ke dalam blog sejak lama, tapi saya pikir untuk apa si? Namun, pesimisku hilang setelah kemarin,...
-
Ketika kita berbicara mengenai langit, pastilah yang tergambar seputar hamparan luas yang menjadi batas pandang kita. Layaknya kanv...
-
Fenomena alam berupa gerhana bulan merupakan salah satu fenomena alam yang cukup langka. Tidak setiap orang dalam hidupnya berkesempatan m...
-
Merkurius, Venus dan Bumi BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Terdapat delapan planet dalam sistem tata surya. Bumi...
-
Sore ini aku begitu iri pada langit. Lembayung memeluknya erat, gumpalan awan putih pun menambah indahnya lukisan tuhan kali ini. Sedangkan...
-
Matahari merupakan bintang pada titik pusat tata surya. Jarak Matahari dengan Bumi adalah 149.600.00 Km. Sedangkan jarak rata-rata Bumi deng...
-
Ok… Lanjut cerita ya, readers. Namanya juga cerita, ya panjang dongs. :D ... Sesampainya di klinik Mata, karena waktu itu s...
-
Roda kehidupanku terus berputar Cita-citaKu pun harus ku kejar Dengan rasa gemetar Namun aku terus mencoba untuk tegar Inikah ak...