Hisab Tahun Jawa Aboge

Assalamu'alaikum, wr.wb...
Readers, buat kalian yang pingin belajar falak secara online bisa banget lho.
Saya akan share vidio penjelasan tentang bagaimana cara menghitungnya di link yutub saya (nanti saya share link-nya) kemudian untuk draft perhitungannya saya share di blog ini supaya kalean bisa download dan mudah mempraktekannya.
yuk belajar falak online...



Berikut saya share draft Hisab Tahun Jawa Aboge yaaa..




Nah untuk menyimak vidio penjelasn hisab di atas, kalean bisa buka vidio ini yaaaa...

https://youtu.be/mScecHrkT7c?t=2

Atau untuk vidio lainnya bisa buka youtube channel saya :
https://www.youtube.com/channel/UC2sZxxUHGKksMsj6JO4Lsrg

jangan lupa, like, share and subscribe yaaaa...

terimakasih...
Wassalamu'alaikum, wr.wb.


Mata Minus Tidak Boleh Melahirkan Normal? Mitos atau Fakta?(!) #Part2

 Ok…

Lanjut cerita ya, readers.

Namanya juga cerita, ya panjang dongs. :D

...

        Sesampainya di klinik Mata, karena waktu itu sudah musim pandemic, jadi di depan pintu masuk saya dan suami di cek suhu. Ternyata suami gboleh masuk karena suhunya sampek 37 koma sekian. Akhirnya saya menjalani prosesnya sendiri. Setelah daftar dan blab la bla… saya mulai pemeriksaan awal. Di awal pemeriksaan itu mirip mirip kalo kita periksa mata mo beli kacamata gt. Suruh liat huruf – huruf gitu lah, paham kan ya? Setelah itu saya dikasih tetes mata sama mbak – mbaknya. Katanya: “Ini agak perih, ditahan ya?” Eeeeh ternyata iya, perih. Gak Cuma perih ding, pait juga di tenggorokan. Bahkan malah matanya jadi burem dan nggliyeng. Disitu saya merasa takut. Katanya suruh ditunggu 40menit, biar pupilnya melebar dan pas di lihat matanya bisa keliatan kondisi retinanya. Setelah ditetes saya duudk lagi di tempat antri, saking vurem dan parno, pas ada petugas lewat, saya panggil – panggil “Mbaa, ini kok mata saya burum banget?”

“Nggak papa mba, emang gitu efeknya, sampe 4 – 5 jam. Jadi nanti pas mabknya pulang mungkin masih burem, jangankhwatir.”

        “hah? 5 jam..” baiklah…


    Setelah nunggu agak lama, akhirnya saya dipanggil bertemu dokter sp.mata yang masih muda dan enerjik menerangkan. Sya diperiksa olehnya. Saya duduk, dan dari kejauhan sekitar 1,5m dokter menghadap saya sambil menyorotkan senter yang sangat terang untuk melihat kondisi retina apakah baik – baik saja (tidak ada robekan).

Setelah itu, dokter tersebut baru membuka obrolan.

“Ibu, yang nyuruh Ibu ke sini dan periksa mata siapa?”

        -" Disaranin sama dokter kandungan saya, dok…” jawab saya dengan ekspresi heran.

“Dokter siapa itu ?”

-                     -  “Dokter XY di RSIA blabla, dok…”

“Sebenernya Ibu nggak perlu ke sini. Ngapain ke sini. Buang – buang uang aja. Mending uangnya buat beli vitamin aja. Kalo mau lahiran normal yaudah, lahiran aja. Gausah pusing mikirin mata. Lahiran lewat mana coba? Mata dimana? Nggak ada hubungannya itu lahiran sama lepas retina.”

Disitu saya merasa agak gimana, tapi tetap menyimak dengan baik.

“Retina kalo mau lepas mah lepas aja. Nggak usah nunggu lahiran. Angkat tas aja kalo emang retina lepas, yaudah lepas aja. Bangun tidur, bangun – bangun retina lepas, bisa aja. Nggak nunggu lahiran. Ibu kata siapa kalo minus nggak boleh lahiran normal?”

-                      - “Ya dari cerita – cerita, juga dari baca. Lagian dokter kandungannya juga nyaranin saya cek retina.”

“Nah itu dia kesalahan dokter kandungan di Indonesia. Ibaratnya gini Bu. Ada 1.000 orang yang mengendarai motor. Dari 1.000 pengendara motor itu ada 1 yang mengalami kecelakaan. Nah, apakah kemudian dari situ bisa dikatakan, jangan naik motor, nanti kecelakaan. Menurut data, secara grafik, ini nggak bisa disampaikan begitu. Adi memang ada, kasus Ibu melahirkan kemudian pasca melahirkan retina lepas dan menyebabkan buta permanen, tapi itu kasus 1 banding 1.000.” Saya hanya manggut – manggut.

“Tolong ya, bu… Ini disampaikan ke temen – temen. Biar isu ini nggak jadi hal yang bikin resah para ibu yang ingin melahirkan normal. Jadi ibu lebih baik jaga kesehatan nggak usah mikirin mata minus.” Tegas dokter yang duduk dihadapan saya.

-             -  “ya, dok… nanti saya sampaikan ke temen – temen. Saya tulis di blog.” Ucap saya sambil sedikit bercanda.

“Nah… Iya…. Iya. Pening itu.” Eh pakdokter responnya serius. :D

.

Readers…

        Saya melahirkan pada awal April lalu (2020), sekarang saya sudah memasuki bulan ke 5 pasca melahirkan. Namun, disini aa sedikit yang saya keluhkan. Akhir – akhir ini saya sering merasa pusing, mata saya juga mudah lelah. Seperti gejala kalo kacamata saya sudah nggak cocok lagi. Tapi, terakhir periksa dang anti kacamata, keluhan yang saya rasakan memang mengarah bahwa kacamata udah nggak cocok, anehnya; bukan karena minus tamba alih alih malah karena minus dan silinder mata kiri saya berkurang.

        Harapan saya, keluhan yang kemarin saya rasakan sama. Bukan karena minus tambah tapi berkurang. Saya begitu khusnudzon karena sekarang sering makan sayur bening katuk yang banyak wortelnya.

        Tapi ternyata, hasil periksa kemarin, minus dan silindire saya bertambah. Baik yang kiri maupun yang kanan.

        Sebelah kanan, minus bertambah 1,75 sedangkan silinder bertambah 0,75 dan mata kiri bertambah 1 minusnya. Kata mbak- mbaknya, ini adalah hal lumrah bagi ibu yang baru saja melahirkan. Meski lumrah, tidak semua ibu mengalami gejala yang sama pasca melahirkan ya, readers.

...

        Nah… ada info tambahan dari dokter sp.mata saya nih.

Waktu pertama kali saya diperiksa di klinik mata yang saya sebutkan, saat saya dicoba untuk melihat papan yang berisi huruf – huruf, petugas yang memandu saya bilang, ini minusnya udah nggak cocok ya bu sama kacamatanya.

-                  “Lho, nambah berapa, mas?” Tanya saya heran.

“Maaf, bu. Kami nggak bisa menginfokan.”

-          Saya Cuma diam, saya piker ini karena saya di awal hanya mendaftar untuk cek retina saja. Tapi ternyata, dijelaskan oleh dokter sp.mata tersebut, bahwa untuk cek mata kita benar – benar harus dalam kondisi yang netral. Sementara saat hamil, hormone dalam tubuh kita sedang (tidak normal) maka jika cek mata hasilnya percuma, tidak valid. Bisa saja saat hamil minus berkurang atau nambah, tapi nanti setelah melahirkan bisa jadi kembali normal. Bahkan bukan hanya saat hamil saja  tapi juga saat datang bulan, atau bahkan saat kondisi lapar. Jadi jika kita ingin cek mata jangan saat datang bulan, jangan saat lapar, juga jangan saat hamil. Pasca melahirkan pun paling tidak minimal setelah 2 bulan melahirkan..

Nah...

Begitu readers yang saya dapat dari dokter sp.kandungan dan dokter sp.mata.

Kalo nanti ada yang setelah melahirkan seperti saya, minus nambah, keep calm aja. Nggak apa. Tidak ada badai yang tidak berlalu. Semua pasti akan sudah pada waktuny bukan?

Sekiranya ini bisa untuk referensi sajaya readers…. J

Semoga Bermanfaat. J


Mata Minus Tidak Boleh Melahirkan Normal? Mitos atau Fakta?(!) #Part1

#Part1 

Hei…

        Selamat Pagi, Readers… (Soalnya saya nulisnya waktu pagi :D)

        Di bagian sisi blog ini saya ingin berbagi sedikit beberapa hal tentang pengalaman saya saat hamil dan melahirkan. Ini sesuai rencana saya yang pernah saya share di update status Whatsap,karena responnya cukup mendukung, so rencana ini saya realisasikan.Meskipun cukup  terlambat, but better late than never  ya kan (?).

        Di sisi blog ini, temanya akan saya random. Sesuai dengan pembahasan yang paling ditunggu ya.

        Nah, di tema pertama ini, saya ingin lebih dulu memberi catatan; bahwa jika nanti di tema ini atau pun di tema selanjutnya harus saya tuliskan kata atau kalimat yang sedikit (senonoh) sekiranya bisa dimaklumi karena pada sisi blog ini saya khususkan untuk share tentang pengalaman kehamilan dan melahirkan pertama saya.

Readers…

        Kehamilan tentu selalu menjadi hal menakjubkan bagi sebuah keluarga. Bukan hanya bagi sepasang suami – isteri saja tentunya. Namun (sepertinya) pada kehamilan ke berapapun bunda tentu bisa saja panik, bahkan pada hal – hal kecil. Nah, begitu juga pada kehamilan pertama saya. Ever panic dan parno ini bahkan belum berhenti setelah melahirkan. Eh eh… Ternyata pasca melahirkan banyak hal yang bisa dengan mudah bikin kita tetiba sedih, tetiba ketakutan, tetiba panic dan tetiba – tetiba lainnya. :D

            Oups. STOP…! Kita fokus ke tema yang akan dibahas pada lembar pertama.

Baik, Readers…

        Jadi, di halaman pertama ini saya ingin bercerita tentang kepanikan saya sebagai penderita mata minus dan silinder.

Mata minus tidak boleh melahirkn normal, bener nggak sih?

Huhuhu…

        Sumpeh… Ini bukan hal yang saya takutkan saat hamil.  Bahkan saya sudah mulai mengkhawatirkan hal ini jauh – jauh sebelum saya menikah. Namun ternyata, sepertinya saya nggak sendiri. Pada status Whatsapp saya beberapa waktu lalu, banyak juga ternyata teman – teman saya masih single merespon serentak dan memepet saya untuk segera update tulisan ini. Ternyata mereka juga takut. So, disini saya akan share apa kata dokter sp.kandungan dan sp.mata yang saya temui lalu.

        Jadi readers, hal yang bener – bener memotivasi saya untuk segera update tulisan ini ternyata bukan seruan natijen. Melain justru dari (keresahan) saya sendiri setelah kemarin banget, hari Ahad (Minggu), tanggal 9 Agustus 2020 (hahahaha detil amat), saya pergi ke sebuah optik di daerah purbalingga.  Ngapain gt ke optik?

...

        Saat hami, saya melakukan USG sebanyak 4x. 1x di RSIA Purbalingga dan 3 di RSIA daerah Purwokerto. Nah, dari dokert RSIA Purwokerto inilah yang menjadi pelantara saya bertemu dengan dokter spesialis mata di KLINIK UTAMA MATA JEC ANWARI @PURWOKERTO atau yang lebih masyhur didengar sebagai Katarak Center. Saya lupa disana saya bertemu dengan dokter siapa, tapi nanti akan saya tunjukan foto slip pembayarannya sebagai bukti bahwa saya benar – benar bertemu dengan dokter sp.mata dan apa yang tulis ini adalah dari sang ahli. :D

...

        Saya datang ke Klinik Mata tersebut atas saran dokter sp.kandungan saya pada saat saya konsultasi setelah USG yang ke-2 saat usia kehamilan baru sekitar 4bulan. Awalnya saya menanyakan keresahan saya,” bener nggak sih dok kalo mata minus itu nggak boleh lahiran normal?”


        “Nah itu tergantung, bu. Minusnya berapa?” Jawa si dokter dengan semanga dan antusiasnya. Itu dokter mah emang doyan banget ngrespon pasien, jadi asyik gt ngobrolnya. Baik banget pula. USG gratis mulu. (hahahaa)

    - "Lah maksimal minus berapa, dok”

        “Paling nggak minus 5 itu udah batas ambang, bu.” Kata padokter sambil selanjutnya belio cerita tentang pengalamannya yang intinya, saat dulu beliau praktek di RSUP Kariadi Semarang, belio pernah mendapati kecalakaan langka pada melahirkan. Tiba – tiba, sesaat setelah pasien blio melahirkan, si pasien bilang; dok pandangan saya kok remang, kok saya nggak bisa lihat apa – apa. Dokter awalnya masih bisa merespon santai dan segera cek apakah ada robekan (pendarahan) atau tidak. Dan ternyata aman. Tidak ada pendarahan suatu apapun. Namun yang terjadi, retina pasien lepas dan menyebabkan sang pasien buta permanen.

Kemudian, sang dokter sp.kandungan tersebut memberi saya dan suami saya sebwah wejangan:

    “Begitulah, bu. Itu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan. Pasien tersebut sah – sah saja menyalahkan saya, dan saya pun memaklumi saat dia kecewa, sedih. Ya gimana nggak kan bu? Baru aja melahirkan, sakitnya masih terasa, seneng tak terhingga anak udah keluar. Tapi bahkan ngeliat anaknya pun nggak bisa. Lalu saya menyela sebentar, “Itu anak pertama, dok?” Bukan, seingat saya itu anak ke-3. Saya dan suami menyimak dengan antusias. Terlihat jelas diambang penglihatannya, matanya berkaca – kaca seolah saat bercerita, belio kembali menghadapi masa itu terulang.

    “Nah, bu, pak… begitu… dengan kebahagiaan semua orang tentu bisa menerima, siap menangkap. Seberapapun besarnya kebahagiaan itu, kita sanggup.Namun, kegagalan, kesedihan, kekecewaan, siapa yang benar – benar siap. Bahkan sekalipun sudah paham suatu resiko dan sudah mempersiapkan diri, jika ternyata resiko buruk itu terjadi ; nyatanya tetap saja sedih, tetap saja kecewa.”  Saya dan suami hanya manggut – manggut. Dokter ini memang suka beri wejangan ke pasien. Wajar aja, kadang suka lama antrinya. Kwkwk

    And the end, dokter said to us; “Nah… daripada ibunya khwatir, was –was lebih baik ibu segera koncultasi sama dokter spesialis mata. Nanti, kalo pas periksa dokter matanya bilang retina ibu baik – baik saja, sehat. Ibu jangan mau Cuma lisan. Tapi minta pernyataan tertulisnya juga. Untuk apa? Ini untuk bukti ibu. Jadi kalo missal ibu mau melahirkan disini, dengan dokternya saya, maka surat dari dokter mata itu bisa diserahkan ke saya. Ibu ingin melahirkan normal, mata ibu minus, tapi ibu sudah punya surat yang menyatakan ibu boleh melahirkan normal dari dokter mata. Jadi kalo sampai ada kecelakaan melahirkan trjadi, surat ini menjadi bkti, ibu. Bahwa saya menolong ibu melhirkan sesuai prosedur. Jika kecelakaan terjadi, saya tidak bisa dintuntut. Tapi, saya memaafkan kalo saja saya dimarahin, sangat wajar.” Saya dan suami diam terpaku. Dalam hati saya semakin ketakutan.

   .

    Sebenarnya, kenapa saya sampek Tanya begitu, karena 2 hal paling berpe 

1. Seorang teman kuliah saya yang juga minus, pernah bilang ke saya. Yang intinya, dia kelak gak mau lahiran normal, undah dipesenin sama mamanya buat oprasi Caesar saja.

2. Saat hamil, saya bertemu dengan teman perempuan saya yang belum lama baru melahirkan anak pertamanya dengan Caesar karena alasan mata minus, sama dokter kandungannya disarankan untuk konsultasi sama dokter sp.mata, tapi dia gak sempet mulu mau ke dokter sp.mata. So, karena udah takut dan tidak bisa memenuhi saran dokter sp.kandungannya, teman saya memilih Caesar saja.

Lalu… Apa yang saya peroleh dari dokter sp.mata, Readers….?

Baca di #PART II yaaa... :)

Others

Wikipedia

Search results

------------------------------------

Powered by Blogger.