Meramal Jodoh dengan Hitungan Huruf Hijaiyah


Rumus mengetahui ketepatan jodoh
Assalamu'alaikum...

Saudara/i, sebelumnya sudah kami post-kan rumus lain untuk mengecek benarkah pasangan anda adalah jodoh anda atau masih keliru sama tetangga... hehehe :')
Pastinya sudah dicoba, kan... Wah, semoga saya tidak mengecewakan anda.
Eeeh... yang sudah cocok jangan happy dulu dong... Yuk, dicek lagi.
Ada rumus lain loooh...

1. Tulis nama panggilan si laki2 dan si wanita dengan huruf hijaiyah (alias di tulis dengan tulisan arab).

2. Lalu harokati huruf-hurufnya. 

3. Dan ambil huruf yang hidup saja.

4. Huruf-huruf tersebut (yang hidup / berharokat) dihitung (dijumlahkan keseluruhannya) menurut huruf abajadun.

5. Setelah dijumlahkan hurufnya, Angka hasil penjumlahan yang lebih besar dikurangi yang lebih kecil. (jika huruf dalam nama si wanita lebih banyak, maka jumlah angka milik wanita dikurangkan dengan si pria, sebaliknya)

6. lalu hasilnya dibagi 8, (yang diambil bukan hasil pemagiannya, tetapi SISA DARI PEMBAGIANNYA) 

7. cari sisa pembagian dan cocokakan kode.

1. Surur : bahagia.
2. Hazn : susah.
3. Ijma' : berkumpul / jodoh.
4. Firqoh : pisah.
5. Yasir : dberi kmudahan
6. 'Asyir : kesulitan
7. Saqom : celaka
8. 'Afiyah : wajar / waras.


eits... sebelum praktek, anda wajib tahu ini dulu...




  Nah, demikian caranya, kawan... selamat mencoba, yak... semoga hasilnya membuahkan kemantapan yang bulat...

Sekali lagi, hal ini bukan untuk mendahului takdir tetapi merupakan salah satu bentuk ikhtiar kita semata. Masalah jodoh tetap menjadi rahasia Takdir-Nya...
Terimakasih, semoga bermanfaat dan berkah...

Agama dan Kemaslahatan



Taqwa sering kali didevinisikan sebagai “menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.”

Jika boleh berpendapat bebas, maka saya ingin mengatakan pendapat saya, bahwa (mohon jangan diucapkan) mayoritas dari para muslim adalah mereka beragama islam atas dasar keturunan saja. Namun, kemudian dalam perkembangan pertumbuhan seorang muslim itu tentu saja dididik oleh orang tua dan keluarganya sesuai aqidah-aqidah Islam. Sehingga mereka akrab dengan Islam dengan mengetahhui pagar-pagar emas yang melindunginya dari dosa. Setiap manusia yang hidup dan memiliki akal yang sehat, tentu saja mereka akan berfikir, memikirkan tentang kehidupannya, baik tentang hubungan antar sesame ataau pun mengenai alam semesta. Dari situlah Islam mereka berkembang dan kian kuat akarnya melekan pada dinding jantung dan hatinya. Alam semesta seisinya menjadi dalil global akan imannya bahwa Allah adalah ADA. Bahwa Allah adalah Sang Khaliq, yang menciptakan seluruhnya, yang menciptakan para pencipta.

Sering kali kita memahami sesuatu tetapi kita tidak mengenal apa devinisi dari sebuah materi yang etlah kita pahami. Sama hal-nya dengan Iman, kita tahu bahwa diri kita telah Iman, Iman kepada Allah, kepada para malaikat, kitab, hari akhir serta qoddho dan qoddarNYA, tetapi kita melupakan apa devinisi daripada Iman itu sendiri. Padahal, devinisi suatu materi itu sangatlah penting, sebab dari sebuah devinisilah kita mampu menilai suatu tindakkan kita, apakah sudah sesuai dengan tujuannya ataukah belum?

Dengan demikian, perlu dipertanyakan, apakah iman kita telah sesuai dengan devinisi yang kemudian member manfaat seperti semestinya? Atau bahkan iman kita justru menjadi masalah? Kemudian apabila kita telah beriman tentu kita akan bertauhid, mengesakan Tuhan. Hal itu juga menjadi pertanyaan, apakah Iman kita sudah mampu mengajak kita untuk terus bertauhid kepada-Nya? Adakah iman dan tauhid kita sudah selaras dengan interaksi sosial kita sebagai manusia?

Iman adalah kesadaran jiwa atau ruhani yang epnuh paresiasi kepada Tuhan, dan apresiasi itu ditumbuhkan oleh adanya penghayatan yang menyeluruh pada sifat-sifat Tuhan, sebgaimana yang tersimpul dalam Asmaul Husna.

Sikap apresiatif kepada Tuhan itu merupakan inti pengalaman keberagamaan seseorang. Sikap itu juga disebut taqwa. Jadi, taqwa adalah semangat atau rasa ketuhanan pada orang yang beriman. Ia merupakan suatu bentuk tertinggi kehidupan rohani atau spiritual seseorang.

Taqwa sering kali didevinisikan sebagai “menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.” Di antara perintah-Nya adalah ibadat, yaitu shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan, zakat bila telah mencapai nishab, dan haji. Karena itu, dapat dikatakan bahwa ibadat adalah refleksi Iman, atau iman antara lain diwujudkan dengan pelaksanaan ibadat.

Iman selalu memiliki dimensi suprarasional atau spiritual yang mengekspresikan diri dalam tindakan devotional (kebaktian) melalui system ibadah.
Ibadat dibagi menjadi dua, ibdah dalam arti khusus (seperti sholat, puasa, zakat, haji), dan ibadat dalam arti umum, yaitu amal shaleh. Atau menurut fiqh ibadat dibagi menjadi 2, yaitu ibadat mahdloh atau sama dengan ibadat dalam arti khusus, dan ibadat ghairu mahdloh atau sama dengan ibadat dalam arti umum.

Ibadat ghairu mahdloh atau amal shaleh juga merupakan refleksi iman, atau iman antara lain diwujudkan dengan amal shaleh. Menurut Cak Nur, amal shaleh ialah kegiatan berbudaya yang serasi dalam hubungannya dengan lingkungan hidup ini secara menyeluruh, juga dalam hubungannya antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, segi material dan spiritual. Jika kita kaitkan perkataan Cak Nur tersebut selaras dengan pendapat Sayyid Qutthub dan Hasan Hanafi yang keduanya merupakan pemikir Mesir kontemporer, tauhid sosial___dalam arti kepercayaan agama yang ada dalam hati harus berpengaruh secara moral dan sosial dalam kehidupan nyataserta mewujud dalam bentuk keberpihakan agama terhadap perbaikan-perbaikan masyarakat__ justru diadvokasi sebagai agenda utama yang harus dilakukan oleh setiap pergerakan Islam Kontemporer.

Jadi, pengembangan akidah tauhid harus sejalan dan berbanding lurus dengan pengembangan masyarakat Islam. Inilah salah satu makna dari wacana tauhid sosial.

Hasan hanafi melangkah lebih jauh lagi. Dalam buku Al-Din wa Al-Tsawrah (Agama dan Revolusi), ditegaskan bahwa agama pada dasarnya dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia sejagat. Diakui bahwa agama bertolak dari Tuhan dan berujung pada Tuhan (Tauhid), tetapi kemaslahatan dari prinsip ini bukan untuk Tuhan, sebab Tuhan Maha Kaya (ghaniy ‘an al-‘alamin), melainkan untuk kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Dalam perspektif ini, bertauhid berarti kita memberikan komotmen untuk menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial dan kerahmatan bagi seluruh alam.

Menurut Hasan Hanafi, inilah makna tauhid sosial yang terkandung dalam firman Allah;

“Demikianlah kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

(QS Al-Baqarah : 143)

Others

Wikipedia

Search results

------------------------------------

Powered by Blogger.